Gushilmy.com, Yogyakarta –  Masyarakat Yogyakarta mengadakan aksi damai terkait isu rasisme tentang Papua dengan tajuk “Kitorang Semua Basudara, Indonesia Rumah Kita Bersama” di Tugu Pal Putih Yogyakarta, Minggu (1/9) malam.

Acara dimulai dengan berbagai pertunjukan seperti menyanyikan lagu-lagu nasional dan daerah, pembacaan puisi, dan lain sebagainya. Dalam kesempatan itu, hadir pula tokoh-tokoh lintas agama dan suku, budayawan, seniman, pendidikan, LSM, seperti Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., selaku Wakil Rektor I UGM, DR. Y. Sari Murti Widyastuti selaku Dekan Fakultas Hukum UAJY, SH., M. Hum, Elga Sarapung selaku Direktur Interfidei, dan masyarakat umum lainnya.

Dengan semangat yang sama, malam ini rakyat Yogyakarta berkumpul dengan ditemani Sang Ratu, GKR Hemas, untuk menyuarakan Indonesia sebagai rumah bersama.

Salah satu tokoh dari Nahdlatul Ulama, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., dalam orasinya menyampaikan bahwa seharusnya kita bisa hidup aman dan tenteram di mana saja di seluruh wilayah Indonesia, tanpa rasa khawatir. Oleh sebab itu, sangat disayangkan jika masih ada oknum-oknum yang memanfaatkan isu sektoral dan isu rasisme untuk suatu kepentingan tertentu. Untuk itu, kita harus bersatu. “Persatuan sangat mahal harganya. Rukun agawe sentosa, crah agawe bubrah.”

Lebih lanjut, ia menyampaikan peran NU terhadap bangsa Indonesia. “Papua adalah kita. Sama seperti Aceh adalah kita. Batak adalah kita. Kita tidak bisa dipisahkan. Bagi kami, Nahdlatul Ulama, kami punya ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah, dan ukhuwah insaniyah. Dan ini sudah selesai, bagi kami. Dan kalau ini kita sebut sebagai persaudaran, maka meminjam perumpamaan dari Nabi Muhammad Saw, kita laksana satu tubuh. Apabila yang satu sakit, maka yang lain merasakan sakit. Itulah seharusnya kita semua ber-Indonesia. Dan kami adalah komponen bangsa yang selalu berteriak, NKRI? Harga mati! Jadi, kami sangat menyayangkan jika salah satu organ kami, yaitu Ansor dan Banser, dikatakan menjadi bagian yang tidak mendukung perjuangan dan persatuan Indonesia. Itu sama sekali tidak benar.”

Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak itu mempertegas bahwa persatuan adalah modal yang besar bangsa kita. Dengan persatuan, kita bisa menjaga stabilitas dan membangun bangsa.

Orator lain yaitu dari  Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme sekaligus Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, Mukhtasar Syamsuddin, menyampaikan bahwa perbedaan merupakan harta kekayaan Indonesia. Oleh sebab itu, kita perlu menghapus diskriminasi, termasuk kepada rakyat Papua. Mengutip sila kelima dari Pancasila, Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, mestinya rakyat Papua juga harus mendapatkan perlakuan yang adil.

Aksi damai tersebut ditutup dengan pidato GKR Hemas yang menyatakan bahwa Yogyakarta merupakan barometer Indonesia. Siapa saja harus bisa hidup aman di kota budaya ini, sebab kota ini adalah kota bersama.

“Saya dan Gus Hilmy di Dewan Perwakilan Daerah RI, memiliki tanggung jawab bersama untuk Indonesia ke depan. Kami cukup prihatin dengan kejadian di Papua. Untuk itu, kami akan menyuarakan toleransi di mana pun berada.” Pungkas Permaisuri Sri Sultan HB X itu.