Dari tahun ke tahun, pemerintah menggenjot pariwisata halal dengan gelontoran dana untuk program dan pembangunan infrastruktur wisata. Puncaknya, pada 2019 Indonesia berhasil bertengger di urutan nomor satu versi Global Muslim Travel Index (GMTI), menyingkirkan negara-negara lainnya seperti Malaysia, Turki, Arab Saudi, UEA, Qatar, dan lain sebagainya. Akan tetapi, prestasi ini rupanya tidak masuk dalam agenda prioritas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI tahun 2020.

Hal ini sangat disayangkan oleh senator asal Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. dalam rapat Komisi III DPD RI bersama Kemenparekraf RI, di Ruang Rapat PPUU Lantai 3 Gedung B DPD RI, Kompleks Gedung Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (11/02/2020) siang.

Dalam rapat tersebut, Menteri Parekraf Wishnutama Kusbandio didampingi Wakil Menteri Angela Tanoesoedibjo beserta jajarannya, menyampaikan program kerja tahun 2020 terkait pengembangan pariwisata dan Ekonomi kreatif di Indonesia.

“Pemarapan tadi sangat bagus, tetapi sangat disayangkan, tidak ada sama sekali disinggung tentang potensi dan pengembangan wisata halal. Padahal, tahun lalu kita berada di tingkat pertama,” ujar senator yang akrab dipanggil Gus Hilmy itu.

Senator Jogja ini memandang bahwa mengembangkan pariwisata halal sebenarnya sangat mudah, murah, dan sederhana. Jangan dipandang wisata halal harus sesuai syariat Islam, tetapi wisata yang memberikan fasilitas untuk wisatawan muslim (muslim friendly) serta peningkatan amenitas atau pelayanan wisata yang ramah pengguna.

Untuk wisata halal ini, Indonesia telah memiliki Lombok sebagai contoh. Sejak 2015 telah didapuk sebagai Best Halal Destination oleh GMTI. Pengembangan potensi wisata halal yang digenjot oleh Pemda NTB menjadikan pariwisata di provinsi itu naik menjadi 50% daripada sebelumnya.

Dari upaya tersebut, menurut senator Jogja ini, hanya perlu dikembangkan menjadi program nasional dengan dukungan penuh dari pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah Jepang, kenaikan wisatawan mancanegara meloncak tajam karena penggarapan sektor ini dengan serius.

“Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia semestinya tidak hanya menjadi konsumen. Maka penerapan konsep wisata halal menjadi hal yang masuk akal. Jika digarap serius, akan ada peningkatan minat wisatawan muslim yang signifikan, khususnya dari Timur Tengah,” kata Gus Hilmy.

Kemenparekraf menganggap hal ini sebagai masukan dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam rapat internal mereka. Secara umum, dalam rapat tersebut, DPD RI menekankan pentingnya Kemenparekraf berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait pembangunan di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif.