Tagar.id, Yogyakarta – Dinas Kebudayaan atau Kundha Kabudayan DIY berencana menyalurkan bantuan terdampak Covid-19 kepada 3.281 pelaku seni dan budaya di kota budaya tersebut. Sumber bantuan rencana berasal dari Dana Keistimewaan (Danais) Yogyakarta. Akan tetapi, data seniman masih dipertanyakan sejumlah pihak.

Beberapa seniman dan budayawan di Yogyakarta sempat mempertanyakan data tersebut. Pasalnya tidak ada pendataan yang masif dan khusus kepada profesi ini. Umumnya hanya dilakukan pendataan melalui RT. Sebelumnya, sudah tersebar formulir pendataan seniman dan budayawan, akan tetapi belum jelas peruntukannya.

Menanggapi hal tersebut, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hilmy Muhammad mengatakan bahwa bantuan tersebut perlu dikaji kembali datanya. Terutama terkait kategori seniman dan budayawan sebab sumber dananya adalah Danais.

Menurutnya, kategori budayawan sangat luas. Tidak sebatas pada orang-orang yang melakukan kegiatan seni dan budaya, melainkan juga sumber dari seni dan budaya itu sendiri.

“Seni dan budaya, dalam sejarahnya tidak terlepas dari agama. Agama juga menginisiasi lahirnya kebudayaan. Jadi guru ngaji, kaum rois, modin dan kiai kampung itu juga budayawan. Mereka inilah yang bahkan menjaga substansi kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari bersama masyarakat,” katana, Minggu, 30 Mei 2020.

Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak yang akrab disapa Gus Hilmy ini, budaya tepo seliro, sopan-santun, serta nilai-nilai budaya lainnya merupakan bagian yang diajarkan oleh budayawan kategori ini. Tapi nyatanya justru kurang diperhatikan.

Gus Hilmy mengungkapkan, jika ingin mempertahankan kearifan lokal, DIY sudah saatnya menghargai dan menempatkan mereka di posisi yang lebih unggul dari pada budayawan yang tampil di atas panggung. Jangan hanya ditempatkan sebagai pembawa doa dalam setiap acara budaya.

Oleh sebab itu, terkait bantuan yang akan didistribusikan oleh Dinas Kebudayaan ini, Gus Hilmy berharap budayawan dengan kategori tersebut juga mendapatkan perhatian yang layak. “Mereka juga sangat terdampak. Mereka tidak bisa ngaji karena pemberlakuan protokol kesehatan,” ucapnya.

Kami masih menunggu keputusan dari koordinasi Tim Gugus Covid-19 DIY.

 

Dari informasi yang diperoleh, pemerintah daerah Istimewa Yogyakarta kini tengah melakukan penghitungan terkait proyeksi anggaran yang dibutuhkan. Rencananya anggaran itu akan diberikan kepada pekerja seni budaya yang terdampak secara ekonomi akibat virus Corona. Kebijakan tersebut sudah disosialisasikan dalam Forum Keistimewaan yang digelar secara daring pada Senin dan Selasa, 12 Mei 2020.

Terpisah, saat dikonfirmasi kepala Dinas Kebudayaan DIY Aris Eko Nugroho mengatakan, para penerima calon bantuan berdasarkan data dari komunitas dan kabupaten kota. Data tersebut susah dikirim ke Dinas Sosial (Dinsos) DIY. “Sudah kami ajukan (data calon penerima bantuan) terakhir pada 27 Mei 2020 setelah beberapa kali mengajukan. Kami masih menunggu keputusan dari koordinasi Tim Gugus Covid-19 DIY,” kata Aris kepada Tagar saat dikonfirmasi, Senin, 1 Juni 2020.

Aris menyebutkan ketegori calon penerima bantuan yang berdekatan dengan seni dan budaya. “Yang berkaitan dengan seni dan budaya. Karena semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di DIY terlibat. Jadi bisa yang berdekatan dengan seni dan budaya dilakukan oleh SKPD lain seperti dinas pariwisata, koperasi, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan lain-lain,” jelasnya.

Apakah termasuk guru ngaji, kaum rois, modin dan kiai kampung yang menginisiasi lahirnya budayawan juga akan mendapat bantuan? “Hehe yang ini monggo dengan Gugus Covid-19 DIY. Apakah masuk budaya atau bukan. Nanti saya ndak salah,” ucapnya.

Sementara itu, Aris juga tidak bisa memastikan apakah bisa menambah penerima bantuan untuk pelaku seni dan budaya jikalau dapat terealisasi. Sebeb, hal itu merupakan kebijakan tim Gugus Tugas Covid-19 DIY.

Wakil Ketua Sekertariat Gugus Tugas Covid-19 DIY, Biwara Yuswantana mengatakan, guru ngaji adalah budayawan, pastur dan pendeta juga termasuk. “Pengertian budayawan memang luas. Kalau begitu guru juga budayawan ya? Pastur, pendeta, juga budayawan. Karena budaya itu terkait semuanya. Tetapi mungkin ada yang lebih kompeten menjawab hal itu. Saya cukup memposisikan diri sebagai pelayan penanggulangan bencana,” katanya. []