Meskipun desain konstitusional eksistensi DPD lemah, namun DPD-RI harus tetap mengoptimalkan perannya.

Dr KH Hilmy Muhammad, MA, senator dari Yogyakarta  mengatakan, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara baru yang dihasilkan amandemen ketiga UUD 1945. DPD-RI merupakan jelmaan dari representasi daerah.

Keberadaan DPD-RI merupakan kanalisasi untuk mewujudkan desentralisasi, yaitu dengan memberikan peran kepada daerah untuk maju dengan mengelola sumber daya dan sumber dana di daerah, demi mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah bersangkutan.

Tapi kenyataanya, DPD-RI tidak mampu berbuat banyak dalam memperjuangkan kepentingan daerah. Salah satu problem eksistensial DPD adalah UUD 1945. Meski telah diamandemen 4 kali, masih dijumpai pasal-pasal yang mengkerdilkan DPD, khususnya pasal 22 D ayat (2) yang menyatakan; “DPD hanya sebatas ikut membahas rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah dan tidak memiliki hak “vote”.

” Lagi-lagi UUD 45 tidak mengakomodir DPD menjadi lembaga yang kuat. Sebagai lembaga legislatif, tapi tidak punya kemampuan legislasi, meskipun hanya yang berkaitan dengan daerah,” tegas Hilmy, Selasa, 14/1/2020.

Demi kebaikan negara, mestinya DPD-RI dan DPR-RI harus memiliki fungsi yang sama, sehingga memiliki peluang yang sama dalam mengambil keputusan publik.

Sistem tripartit harus proporsional, di mana di setiap mengambil keputusan publik, tiga lembaga baik pemerintah, DPR dan DPD harus memiliki porsi yang sama.

Meskipun secara konstitusi posisinya lemah, DPD mesti bisa mengoptimalkan perannya, maka harus ada perubahan terutama tugas-tugas yang rutin dari anggota harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan protapnya masing-masing.

Anggota DPD harus melakukan dengan baik hal-hal yang menjadi tugas rutin, baik itu di komite atau alat kelengkapan.

Harus dibuat polesi/kebijakan yang serius terhadap kelembagaan DPD-RI, bila lewat amandemen tidak bisa, mesti dimainkan di Undang Undang MD3 dengan melobi DPR-RI untuk merubah UU-MD3 tentang pasal yang menyangkut kewenangan DPD harus ditambah.

DPD-RI juga harus banyak di daerah, tidak seperti sekarang anggota DPD banyak di pusat, sementara di daerah hanya 20 hari dalam 3 bulan waktu reses. Untuk itu perlu dibalik, dimana angota DPD 3 bulan di daerah dan 20 hari di kantor pusat.

Di level undang-undang harus ditata agar anggota DPD mengetahui APBD, baik kabupaten maupun provinsi di daerah pemilihannya sebelum APBD diajukan ke pemerintah pusat. Dengan mengetahui APBD, anggota DPD bisa memperjuangkan aspirasi daerahnya dengan maksimal.

Ia melanjutkan, mengenai amandemen, itu tidak mudah karena harus melalui kajian akademis, ada kemauan DPR dan  kalangan masyarakat luas.

Untuk mengubah kondisi ini, DPD bisa bikin pansus penguatan DPD, sebagaimana Pansus Tatib atau Pansus Papua. Dan bila DPD bisa menguatkan fungsinya di periode 2019-2024, maka kedepan DPD akan memiliki kedudukan yang lebih kuat dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan anggaran. (Smn)

 

*) Tulisan asli bisa diakses melalui Optimalisasi Peran DPD RI