Yogyakarta, Gushilmy.id – Senator asal Yogyakarta Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menanggapi gugatan seorang mahasiswa Fakultas Hukum UGM terhadap Pemerintah Yogyakarta terkait kepemilikan tanah di daerah istimewa tersebut.
Gugatan itu dilayangkan oleh Felix Juanardo Winata terkait Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ke Mahkamah Konstitusi. Imbas dari UU tersebut, ia tidak bisa memiliki tanah karena WNI keturunan Tionghoa.
Sebagai seorang dosen, Hilmy memuji sikap kritis mahasiswa semester 5 tersebut. Tetapi menurutnya, kritis itu harus ditempatkan pada posisi yang tepat.
“Ini mahasiswa yang kritis. Bagus. Tapi salah tempat. Kalau kita datang ke suatu tempat, mestinya kita ikuti adat yang berlaku di tempat tersebut. Adanya aturan tersebut tidak jatuh dari langit, melainkan ada sejarah panjang sehingga kota pelajar ini disebut daerah istimewa. Antaranya Jogja ini pernah menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia pada 1946,” kata pengasuh Pondok Pesantren Krapyak itu dalam rilisnya (13/12/2019)
Sebagaimana dilansir situs web MK, gugatan Felix menitikberatkan pada Pasal 7 Ayat 2 huruf d yang mengatur tentang pertanahan. Menurutnya, pasal itu bertentangan dengan Pasal 20 ayat 1 dan Pasal 21 ayat 1 UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Terlebih lagi, UU Keistimewaan dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
“Justru di situlah istimewanya. Artinya, kondisi Jogja yang istimewa ini tidak bisa diseragamkan dengan daerah lain. Jogja punya aturan sendiri seperti misalnya tidak ada pemilihan Gubernur, apakah hal ini lantas layak digugat? Jadi, sikap kritis itu harus, tapi yang lebih menjadi keharusan adalah sikap tahu diri dan tahu penempatan. Lagi pula, hal serupa ini pernah ditolak oleh MK,” katanya lagi.
Gugatan ini memang bukan kali pertama dilayangkan. Pada 2016, UU ini digugat dan ditolak MK. Di antara pertimbangannya ialah Kesultanan Yogyakarta telah lebih dulu eksis dengan Kerajaan Mataram yang dipimpin seorang Raja yang terkenal, yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 – 1645).
Keistimewaan lain yang ditegaskan oleh MK adalah tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan pemerintahan daerah DIY; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang.
“Bentuk-bentuk keistimewaan ini sudah diketahui oleh umum dan selayaknya menjadi pemahaman bersama. Mementingkan ego sektoral justru akan mencederai keistimewaan Yogyakarta.” Pungkasnya.