Yogyakarta, gushilmy.id – Bertempat di ruang rapat Kantor Perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, di Jalan Kusumanegara, anggota DPD RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., menerima audiensi dari Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) wilayah Yogyakarta (23/11/2019).
Dalam pertemuan tersebut, beberapa pengurus PPDI hadir. Di antaranya adalah Ujang Kamaluddin, M.S.I (Ketua PPDI DIY), Sutrisno, 47 (Sekretaris PPDI DIY), Triyono, Litbang (PPDI DIY dan pengusaha ojek difabel), Ngadina S.Pd, serta beberapa anggota lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, pengurus PPDI menyampaikan beberapa aspirasinya, baik terkait fasilitas umum maupun kesadaran masyarakat dalam memperlakukan penyandang disabilitas. “Sarana umum yang ramah difabel masih minim, semisal transpotasi yang ramah difabel, tempat wudlu, trotoar, dan lain sebagainya,” ujar Sutrisno.
Hal ini diamini oleh Ujang Kamaludian yang datang terlambat. “Atas minimnya fasilitas tersebut, kami berharap dana keistimewaan dapat dijadikan salah satu unsur penopang penyediaan fasilitas umum bagi penyandang disabilitas,” katanya kepada senator Yogyakata itu.
Ujang kemudian membacakan aspirasi lainnya, yang telah ditulis dalam selembar kertas. Menurutnya, apa yang tertulis dalam lembar aspirasi tersebut perlu difasilitasi untuk kemudahan ekspresi dan interaksi penyandang disabilitas terhadap masyarakat umum. Terutama bagi PPDI yang jumlah anggotanya sangat banyak dan terdapat pengurus cabang di berbagai wilayah.
Selain PPDI, masih banyak organisasi bagi penyandang disabilitas, yang umumnya lebih spesifik seperti organisasi disabilitas yang khusus untuk disabilitas muslim, disabilitas tunanetra, tunarungu, dan lain sebagainya.
Sementara itu, Triyono menyampaikan apresiasinya kepada Presiden Joko Widodo yang telah mengangkat staf khusus dari kalangan disabilitas. “Saya mengapreasi Presiden yang menjadikan penyandang disabilitas menjadi stafsus. Ada pandangan bahwasannya orang yang paham kebutuhan disabilitas adalah orang disabilitas itu tersendiri. Dengan menjadikan penyandang disabilitas manjadi stafsus, harapannya masukkan kepada Presiden atau pemangku kebijakan yang lain khususnya tujuannya kepada difabel dapat sesuai dengan kebutuhannya. Jangan sampai karena yang memberi masukan bukan difabel lalu keliru. Seperti infrastruktur yang sudah jadi harus dibongkar lagi karena tidak kompatibel kepada penyandang disabilitas. Kejadian ini tentu merugikan masyarakat,” ujarnya.
Menanggapi berbagai aspirasi tersebut, Hilmy Muhammad menyampaikan bahwa salah satu tugasnya adalah turut menyejahterakan rakyat Yogyakarta. Salah satunya adalah dengan cara melibatkan penyandang disabilitas secara aktif. “Para penyandang disabilitas ini subjek, bukan objek,” katanya.
Beberapa waktu sebelumnya, ketika beredar draf seleksi CPNS mendeskreditkan difabel, Hilmy memprotesnya keras. Bagaimanapun, menurutnya, penyandang disabilitas harus mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama.
Dalam pandangan Hilmy, masyarakat umum memang perlu diberikan penyadaran dalam memperlakukan penyandang disabilitas secara terus-menerus. Tidak bisa hanya dalam sekali sosialisasi, sehingga ini menjadi tugas bersama.
“Undang-undang difabel memang sudah bagus, tetapi kesadaran negara dan warga negara yang masih minim berkenaan dengan teman-teman penyandang disabilitas, seperti pada sarana umum. Sebagai contoh pesan tiket kereta api harus ada perhatian khusus bagi teman-teman difabel. Kampanye perlu digalakkan secara terus menerus, semisal ada penerimaan yang kurang baik, maka kita harus terus menerus kampanye,” katanya.
Atas keprihatinan terhadap penyandang disabilitas, pengasuh Pondok Pesantren Krapyak itu bersedia memfasilitasi PPDI untuk bertemu dengan berbagai stakeholder yang ada di Yogyakarta. Aspirasi PPDI ini akan diteruskan dalam rapat Komite III DPD RI yang saat ini sedang fokus dalam pengawasan UU Disablitas dan UU Pariwisata.