Yogyapos.com (BANTUL) – Anggota DPD RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dr H Hilmy Muhammad mengharapkan memasukkan mata kuliah muatan lokal Jawa di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di provinsi ini.
“Muatan lokal dimaksud tidak hanya ada pada sekolah, melainkan lebih luas hingga ke PTN dan PTS, agar para pelajar maupun mahasiswa dari berbagai wilayah-nusantara paham dan berperilaku sesuai adat budaya jawa,” papar Gus Hilmy kepada yogyapos.com, di Kantornya, Selasa (10/10/2023).
Menurutnya, harapan tersebut meniscayakan tempat-tempat kontrakan atau asrama mahasiswa menempelkan semacam Surat Edaran, serta menyediakan semacam tempat penyaluran aspirasi para mahasiswa di tempat kontrakannya. Hal ini juga seperti yang sudah diterapkan di pesantren-pesantren.
“Dengan cara demikian, maka para pelajar maupun mahasiswa setidaknya mengenal, menghormati dan berperilaku sesuai dengan budaya lokal jawa. Selain itu juga untuk lebih melestarikan dan membumikan adat budaya jawa,” jelasnya.
Senator yang akrab disapa Gus Hilmy ini membeberkan, kini di DIY banyak ditengarai banyak perilaku yang tidak atau kurang menghormati budaya Jawa. Penyebabnya kurangnya pengetahuan mereka terhadap muatan lokal itu sendiri.
“Oleh sebab itu semua rektor atau pimpinan perguruan tinggi di DIY perlu menyusun dan memberlakukan mata kuliah muatan lokal Jawa di perguruan tinggi yang dipimpinnya,” sambung cucu Ulama kharismatik KH Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
Dari berbagai contoh efek negatif berperilaku kurang baik tidak sesuai dengan budaya dan muatan lokal di masyarakat antara lain anak-anak remaja yang mengarah pada kejahatan jalanan dan ketika tertangkap petugas, pada diri mereka ditemukan senjata tajam.
“Peraturan Daerah yang berkaitan dengan muatan lokal. Ini juga sesuai dengan ruh keistimewaan DIY,” tandasnya.
Disisi lain pihak sekolah melalui Kepala Sekolah bersama orang tua siswa dan tokoh masyarakat juga harus melakukan monitoring secara langsung ataupun tidak langsung kepada para pelajar dan anak-anaknya tentang keberadaan dan kegiatan pelajar.
Itu penting karena pelajar nantinya juga akan masuk dalam kehidupan di masyarakat. Sekolah di DIY janganlah hanya memberlakukan lima hari belajar di sekolah . Meskipun itu cocok diberlakukan di Jakarta, namun kurang tepat diberlakukan di DIY.
Di Jakarta banyak orang tua yang kerja dini hari hingga malam hari sehingga jarang ketemu dengan anak-anaknya. Ini cocok diberlakukan lima hari masuk sekolah. Sedangkan di DIY ataupun daerah lain yang bukan metropolitan berlainan kondisinya sehingga masih cocok diberlakukan 6 hari masuk sekolah. (Spd)