Katib Syuriah PBNU, Hilmy Muhammad, menjelaskan bahwa mundurnya KH. Miftachul Akhyar (Kiai Miftah) dalam jabatan Ketua Umum MUI murni keputusan pribadi.

Hal tersebut bahkan sudah disampaikan Miftah saat terpilih menjadi Rais Aam dalam Muktamar PBNU pada Desember 2021 lalu.

“Beliau menjelaskan bahwa pengunduran diri ini bukan karena faktor paksaan atau desakan siapa pun, tapi benar-benar karena beliau sami’na wa atha’na (patuh) terhadap usulan ulama formatur AHWA yang memilih beliau sebagai Rais Aam PBNU ketika Muktamar NU di Lampung yang baru lalu,” jelas pria yang akrab dipanggil Gus Hilmy saat dihubungi, Kamis (10/3).

Hilmy membantah bahwa Miftah mundur karena permintaan pengurus NU. Ia meminta semua pihak menghormati apa pun keputusan yang dipilih Miftah.

“Jadi keputusan ini murni pernyataan beliau, dan bukan hasil desakan pengurus PBNU. Kami menghormati pengunduran diri beliau karena memang itu pilihan beliau. Dan kami yakin, keputusan itu beliau pilih dengan penuh pertimbangan dan ketulusan,” katanya.

Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat itu mengaku kaget saat mendengar kabar mundurnya Miftah. Kiai Miftah ternyata mengikuti usulan yang disampaikan formatur Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) dalam Muktamar PBNU.

“Saya merasa kaget dengan pernyataan tersebut. Saya pikir beliau tidak jadi mengundurkan diri, karena yang disampaikan oleh formatur AHWA saat pemilihan Rais Aam, saya kira hanya sekadar usulan saja, yang artinya, tidak harus dipenuhi. Tapi beliau ternyata memilih untuk tetap mengundurkan diri,” ungkap Hilmy.

Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa jabatan di organisasi keagamaan bukan menjadi pekerjaan utama, melainkan pengabdian. Tokoh agama tentu memiliki aktivitas utama dalam hal pengajaran dan dakwah.

“Jabatan di ormas seperti NU atau MUI itu adalah pengabdian. Jadi menurut saya, bukan hal yang utama. Karena tugas itu mesti dilaksanakan bareng dengan banyak orang. Kalau dibilang repot, ya repot, tapi tidak sampai merepotkan sekali karena dilaksanakan bersama-sama,” sebut.

“Dan pertemuan-pertemuan untuk mengambil keputusan-keputusan sering kali dilakukan saat akhir pekan, Jumat, Sabtu, Ahad. Yang berarti hari-hari lain kita masih bisa bekerja, mengajar, berdakwah dan lain-lain seperti masyarakat pada umumnya,” lanjut dia.

Hilmy berharap pengurus MUI segera mencari sosok lain untuk menggantikan Kiai Miftah sehingga jabatan Ketum MUI tidak terlalu lama mengalami kekosongan. Meski MUI ternyata menolak pengunduran diri Kiai Miftah dan akan gelar rapat untuk langkah selanjutnya.

“Dengan pengunduran diri KH. Miftachul Akhyar, kiranya MUI perlu memproses penggantinya. Karena sesuai dengan Peraturan Organisasi MUI, Dewan Pimpinan MUI harus mengisi jabatan yang kosong. Apalagi ini jabatan Ketua Umum,” tutupnya.

 

Sumber: https://kumparan.com/kumparannews/gus-hilmy-miftachul-akhyar-mundur-dari-mui-keputusan-pribadi-bukan-desakan-nu-1xeu7KprqUh/full