RILISID, Jakarta — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dicecar berbagai pertanyaan terkait pemekaran Papua dan Papua Barat saat rapat kerja dengan Komite I DPD RI, Selasa (22/3/2022).

Anggota Komite I DPD RI Eni Sumarni mengatakan masyarakat Papua menolak pemekaran lantaran tidak menginginkan adanya pengisian jabatan pemerintahan dan instansi lainnya diisi oleh pejabat impor

“Kenapa tidak mau (pemekaran) sekaligus bareng, karena mereka tidak mau pejabat-pejabatnya diisi dari non Papua. Mereka maunya jabatan di Papua dijabat oleh putra-putri daerah sendiri,” ucapnya.

Senator dari DI Yogyakarta Hilmi Muhammad juga mempertanyakan pernyataan Mendagri yang menyebut bahwa mayoritas masyarakat Papua menginginkan adanya pemekaran.

Menurutnya, dalam kunjungan kerja DPD RI ke Papua dan bertemu dengan MPRP dan DPRP, justru muncul aspirasi penolakan atas wacana pemekaran daerah otonom baru (DOB).

“Mereka menolak pemekaran, tapi kenapa Pak Menteri bilang masyarakat sendiri justru ingin pemekaran. Kami ketemu dengan MPRP dan DPRP secara langsung,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI Filep Wamafma mengatakan bahwa isu pemekaran di Papua terpecah.

Menurutnya, banyak pihak mulai dari kepala daerah, tokoh masyarakat yang menolak pemekaran. Ia khawatir jika pemekaran terus dilakukan akan menimbulkan konflik di Tanah Papua.

“Bupati-bupati wilayah tengah menyatakan sikap tidak mendukung pemekaran, termasuk gubernur dan MRP. Solusi bapak adalah kita gunakan top down, tapi implikasinya bisa kita lihat sendiri,” katanya.

Senator asal Papua Barat ini juga meminta agar pemerintah menciptakan situasi yang kondusif. Jangan memaksakan berbagai kebijakan yang ditolak oleh masyarakat Papua.

“Pak Menteri panggil gubernur dan sebagainya ke Jakarta, kita komunikasi. Komunikasi harus terus-menerus sehingga tidak menciptakan gangguan keamanan apalagi korban sipil,” imbuhnya.

Senada, Ketua Komite I DPD RI Fahrul Razi berharap Mendagri memperhatikan aspirasi Orang Asli Papua (AOP) dalam membuat kebijakan pemekeran daerah di tanah Papua.

“Dengan menggunakan pendekatan sosial, budaya dan adat istiadat,” ucapnya.

Menyikapi hal itu, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bawa sudah dilaksanakan revisi Undang-Undang No.2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) dan perkembangan daerah Papua. (*)

Editor : Segan Simanjuntak