Menurut anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Yogyakarta, Dr KH Hilmy Muhammad, bahwa sosok KH KH. Ghozali Masroeri adalah kyai yang alim, tawadlu’, tegas, dan benar-benar menjaga integritas.

“Inna lillahi wainna ilayh raji’un. Duka yang sedalam-dalamnya atas wafatnya Sang Alim, KH. Ghozali Masroeri rahimahullah, Ketua Pengurus Pusat Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU). Beliau adalah alumni Krapyak, semasa dengan Allahuyarham abah saya. Saya mengenal beliau sebagai kiai yang sangat hormat kepada keluarga Krapyak, tawadlu’, tegas dan benar-benar menjaga integritas,” demikian tegas Gus Hilmy, panggilan akrabnya.

Bagi Gus Hilmy, kepakaran Kiai Ghozali Masroeri dalam kajian Falak tak berbanding. Penjelasannya soal ru’yah selalu jelas dan gamblang. Saking prioritasnya, meski menyandang disabilitas netra, beliau terus didapuk sebagai Ketua Lembaga Falakiyah dalam beberapa periode kepengurusan sejak jaman almarhum Gus Dur hingga sekarang.

“Saat mengingat beliau, saya juga senantiasa terkenang dengan Allahuyarham Simbah KH. Zainal Abidin Munawwir. Meski sebagai guru, tapi senantiasa mengandalkan informasi puasa dan hari raya dari beliau atas nama PBNU. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberi karunia dan kasih sayangNya, mengampuni segala salah dan khilaf beliau, dan menganugerahkan balasan terbaik atas semua amal dan bakti beliau, amin ya Mujibas-sa’ilin,” pungkas Gus Hilmy yang juga Wakil Rais Syuriah PWNU DIY.

Salah satu jasa besar Kiai Ghazalie adalah menjaga dan memastikan bahwa penanggalan NU berpegang teguh pada hitungan metode rukyat yang didukung hisab. Publik tahu, begitu vokal Kiai Ghazalie saat berbicara mengenai rukyat saat menentukan 1 Syawal yang disiarkan langsung oleh stasiun tv-tv swasta beberapa tahun lalu.

“Orang selalu salah paham terhadap NU yang mengedepankan rukyat. Di zaman modern kok rukyat, bukan hisab. Itu kan tradisional. Orang seperti itu tidak tahu, justru NU itu gudangnya ahli hisab,” kata Kiai Ghozalie kepada NU Online pada 2012 saat menyambut Ramadhan 1433 H.

Menurut Kiai Ghozalie, ahli rukyat NU adalah ahli hisab. Jadi, bisa kedua-duanya. Bukan berarti mengedapankan rukyat dengan meninggalkan hisab, tapi justru menggabungkannya. Kiai Ghazalie sendiri adalah ahli di kedua bidang itu karena memang santri dari ahli falak, KH Ahmad Turaichan, Kudus.

Ketika kondisi matanya terganggu sehingga tak bisa melihat, tidak kemudian Kiai Ghazalie melemah dalam rukyat yang tentu saja mengedepankan fungsi mata. Ia kemudian mewakafkan dirinya menjadi manajer para ahli rukyat NU.

“Saya juga perukyat, karena mata saya sudah begini, (kurang bisa melihat) jadi manajer para perukyat,” tegasnya.

Di NU, Kiai Ghazalie memadukan para ahli hisab, ahli rukyat, ahli astronomi, sekaligus ahli fiqih untuk menghasilkan penanggalan yang berkualitas. Mereka berpendidikan dalam dan luar negeri. Ada yang dari Inggris, Prancis, ada juga dari lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), tapi latar belakang mereka adalah pesantren-pesantren NU.

Di bawah manajer Kiai Ghazalie, Lembaga Falakiyah menciptakan metode-metode baru dalam penanggalan, misalnya Al-Mawaqid diciptakan Dr. Ir. Hafid, Samrotul diciptakan Fikr Ghazali Muhammad. Di masa dia pula Lembaga Falakiyah PBNU memiliki NUMO (Nahdlatul ‘Ulama Mobile Observatory). (yayan/Bangkitmedia.com)