Penafsiran terhadap Pancasila akan menuruti selera Presiden jika hanya ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Pengalaman ini sudah pernah terjadi di masa Orde Baru. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengaturan pembinaan ideologi Pancasila secara paten melalui UU. Pembinaannya yang diundangkan, bukan ideologi Pancasilanya.
“Kita membutuhkan payung untuk melakukan pembinaan Pancasila. Kalau RUU ini bermasalah dan kontroversi, ya kita akui. Tetapi jangan asal membuang, masih ada ruang diskusi. Toh, masih rancangan. Oleh sebab itu, kita perlu berbaik sangka bahwa penyusunan RUU ini demi penguatan ideologi Pancasila. Kita ikuti kaidah ‘ma la yudraku kulluh, la yutraku julluh’, yang tidak dapat diperoleh semua, jangan ditinggal sebagian besarnya. Kalau maksudnya sebagai dasar hukum BPIP atau penyelenggaraan semacam penataran P4, bisa diganti dengan nama UU Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,” kata Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. dalam webinar Urgensi Pembinaan Ideologi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang diselenggarakan oleh Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur (PW LTN NU Jatim) pada Jumat siang (10/07/2020).
Pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut juga mengimbau masyarakat untuk tidak latah dengan penolakan. Kontoversi yang diperdebatkan masyarakat adalah terkait nama dan beberapa pasal, utamanya sampai pasal 10.
Webinar yang dipandu oleh Dr. Abdul Wadud, Lc, M.Ei. ini juga menghadirkan Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I (Ketua Umum ASPIRASI), Dr. Bayu Dwi Anggono (Direktur Puskapsi UNEJ), Prof. Dr. Masnun Thahir, M.A. (Ketua PWNU NTB), dan Dr. Winarto Eka Wahyudi, M.Pd. (PW LTN NU Jawa Timur).
Seluruh pembicara bersepakat bahwa berbagai polemik yang muncul atas RUU HIP, yang terpenting saat ini adalah solusinya. Tidak perlu selalu bersikap keras dengan mengedepankan penolakan, sebab perumusan ini sudah melalui berbagai proses dan anggarannya tidak sedikit.
Tapi disayangkan, banyak kalangan yang enggan berdialog dan gencar menyuarakan penolakan. Bayu Dwi Anggono berpendapat bahwa dialog terhadap RUU selalu terbuka, tetapi sangat disayangkan karena ditunggagi kepentingan kelompok. Padahal menurutnya, berbagai aspirasi atas RUU HIP sudah difasilitasi, baik dari perubahan nama menjadi RUU PIP maupun perubahan serta menghilangkan pada beberapa pasal yang kontoversi.
Masnun Thahir menanggapi polemik ini santai dengan menganalogikan bahwa menyembuhkan pasien terjangkit Virus Corona lebih cepat daripada menyembuhkan pasien yang kalah dalam Pemilu. “Mereka yang menolak dengan keras itu organisasi yang tidak mencantumkan Pancasila sebagai ideologinya. Lha kok sekarang tiba-tiba sangat serius membicarakan Pancasila,” kata pria yang juga Wakil Rektor I UIN Mataram ini.
Sebelum konflik ideologi ini menguat, menurut Noor Harisudin, Pancasila sudah final bagi seluruh bangsa Indonesia. Jika ada ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, harus dihilangkan. Sementara bagi Islam, Pancasila sudah sesuai dengan nilai-nilai ajaran syariat. Setiap pasalnya bisa ditemukan dalilnya di dalam Al-Qur’an maupun hadits.
Winarto Eka Wahyudi memberikan tawaran agar Pancasila tetap kukuh sebagai ideologi dan dasar negara, yaitu materi pendidikan maupun tindakan dalam bermasyarakat harus terinspirasi dari nilai-nilai Pancasila.
Atas berbagai konflik tersebut, Gus Hilmy berharap Pemerintah tidak diam saja. “Pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada publik tentang maksud atas kebutuhan pembinaan yang penting ini, tidak diam saja dan membiarkan publik beropini semaunya,” kata Senator asal Yogyakarta tersebut.
__________
Berita serupa dapat dibaca di:
https://monitor.co.id/2020/07/10/gaduh-ruu-hip-gus-hilmy-pemerintah-jangan-diam-saja/
https://yogyapos.com/berita-gaduh-ruu-hip-gus-hilmy-pemerintah-jangan-diam-saja-2373
https://www.askara.co/read/2020/07/10/6531/gaduh-ruu-hip-pemerintah-jangan-diam-saja
https://www.telusur.co.id/detail/gaduh-ruu-hip-gus-hilmy-pemerintah-jangan-diam-saja