TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, TRIBUN – Komite III DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka inventarisasi materi penyusunan hasil pengawasan DPD RI atas pelaksanaan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UU BPJS. Rombongan diterima langsung Gubernur Kalbar, H. Sutarmidji, di Ruang Praja I Kantor Gubernur, Senin (3/2).

Pertama yang menjadi pembahasan terkait BPJS dalam sorotan masyarakat karena beberapa masalah, termasuk cepat menaikan jumlah iurannya.

Anggota DPD RI asal NTB, Evi Apita Maya menjelaskan, BPJS perlu perbaikan dalam beberapa hal. “Di antaranya, perlu ada tim pengawas BPJS di RS, kerjasama dengan bank agar RS bisa berhutang, dan gaji pimpinan BPJS diturunkan,” ujarnya.

Menurut senator asal Banten, Abdi Sumaiti, idealnya iuran BPJS ditanggung sepenuhnya oleh negara. Perlu dikaji faktor apa saja yang menyebabkan BPJS selalu mengalami kerugian dan masalah.

Senator asal Aceh Fadhil Rahmi menambahkan bahwa, fasilitas RS harus bagus, kordinasi antara BPJS dan RS harus lebih baik.

“Perlu dikaji terkait dokter yang mematok harga.  Apalagi satu dokter bisa praktik di tiga tempat, yaitu RS, klinik, dan klinik pribadi. Kecuali itu, pasien BPJS pindah kelas yang lebih tinggi saat di RS, berarti mereka tidak miskin. Berarti BPJS salah sasaran,” ujar Muhammad Rakhman senator asal Kalteng.

Senator asal Kalbar Erlinawati menyatakan, kenaikan iuran BPJS harus diimbangi dengan kenaikan pelayanan kepada pasien RS. Tidak ada lagi antrean dan kesulitan mencari kamar untuk pasien.

Willem TP. Simarmata senator asal Sumut juga mengusulkan, BPJS sebaiknya dikelola oleh daerah bukan oleh BUMN sehingga gaji pengelolanya tidak standar BUMN.

“Selama ini, gaji petinggi BPJS itu tinggi, padahal uangnya hasil dari iuran masyarakat menengah ke bawah. Ini tidak realistis dan tidak wajar’” jelasnya.

Selain membahas tentang BPJS Kesehatan dan pelayanannya . Selanjutnya dibahas pula terkait pemerataan standar pendidikan dan ujian nasional.

Menurut senator asal Sultra, Andi Nirwana, pelaksanaan UNBK masih terkendala sedikit di daerah kepulauan. Seperti listrik, server, dan jarak rumah ke sekolah. Karena itu, perbaikan fasilitas mutlak dilakukan untuk pemerataan standar pendidikan.

Sedangkan Senator asal Kalteng Muhammad Rakhman mengatakan tidak setuju dengsn dilakukannya UNBK sebab melihat fasilitas pendidikan belum merata.

Sementara menurut senator asal Kalbar Erlinawati, UN versi Mendikbud yang baru harus dikaji secara matang dan tidak tergesa untuk diterapkan sehingga tidak mengorbankan siswa dan guru di sekolah.

“Perlu dipertimbangkan juga berapa biaya yang harus dikeluarkan pemerintah. Daripada pemborosan, lebih baik dana tersebut untuk pemerataan standar nasional pendidikan khususnya di daerah-daerah tertinggal’ jelasnya.

Hilmy Muhammad senator asal DIY menyatakan, hasil UN harus ditindaklanjuti dengan perbaikan sapras pendidikan di daerah-daerah yang hasil UN-nya belum bagus.

“Karena faktor utamanya adalah kekurangan guru dan fasilitas pendidikan sehingga kualitas pendidikan di Indonesia tidak merata,” pungkasnya.

Anggota DPD RI asal NTB, Evi Apita Maya mengatakan Komite III DPD RI sangat mengapresiasi dari pemaparan oleh pemerintah Kalbar.

“Banyak sekali masukan yang akan kita sampaikan pada rapat kerja menteri yakni rapat bersama menteri pendidikan dan kesehatan . Apapun masukannya nanti akan kita kolaborasi dari pertemuan kita dari daerah lain,” ujarnya.

Ia mengatakan ada hal menarik dan yang menjadi pionir di Kalbar untuk disampaikan ke pusat.

“Seperti yang disampaikan Gubernur Kalbar terkait pendidikan jarak jauh selama ini menjadi kendala di daerah kepulauan dan jarak tempuh yang jauh dan juga temuan masalah ketidak seimbangan pembayaran klinik dan rumah sakit ,” jelasnya.

Ia melihat hal tersebut menjadi bocoran dana BPJS yang dikeluarkan dan mencari tahu penyebab kendala dana BPJS bisa bocor.

“Saya sampaikan selama ini yang menjadi wacana kita yang sudah kita siapkan pendidikan jarak jauh untuk mengantisipasi guru yang kurang kemudian menambah lamanya pendidikan di Kalbar,” ujarnya.

Ia mengatakan terkait wacana menteri pendidikan untuk kuliah 5 semester bahwa di Kalbar sudah ada pola pendidikan yang magangnya di daerah dan diadakan pendidikan jarak jauh .

“Bidang ekonomi harus nya magang di Bumdes. Selain itu, Kalau Ujian berbasis komputer sudah bisa semua diterapkan di semua sekolah kenapa pendidikan jarak jauh tidak bisa dilakukan,” pungkasnya.

 

Penulis: Anggita Putri
Editor: Didit Widodo